Senin, 12 Desember 2011

Rekruitmen Geng Ganza tak Ada Paksaan


Kala itu pelajaran masih berlangsung. Pandu (18), siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta, bersama kawannya sedang mengendarai sepeda motor di sekitar Stadion Kridosono. 


Tiba-tiba sejumlah siswa berseragam dari sekolah lain menyerangnya dengan benda tumpul. Seorang kawan Pandu pun menderita luka di bawah mata kanan, dan harus diberi lima jahitan. "Itu terjadi sewaktu kami masih kelas I," kisah Pandu di sekolahnya di daerah Sagan I, Yogyakarta, Sabtu (22/1/2011).


Pandu mengisahkan kalau sejumlah siswa yang menyerang itu adalah siswa anggota geng dari SMA di kawasan Jetis, Yogyakarta. Geng dari SMA tersebut bagaikan musuh bebuyutan bagi geng sekolah di SMA-nya. 


Setelah tahu pelaku penyerangan, geng dari SMA Negeri 9 Yogyakarta pun langsung menggalang kekuatan untuk balas dendam. "Kalau berpapasan di jalan, kami bisa tawuran meski tak ada masalah. Biasanya kami kalah jumlah, tapi kami tetap nekat," kisah Pandu.


Pandu adalah satu di antara belasan anggota geng SMA Negeri 9 Yogyakarta. Nama geng di sekolah itu adalah Ganza (Sagan Zatu). Menurutnya anggota Ganza tak begitu banyak. Dari sejumlah 180 siswa angkatannya, ada 80 siswa laki-laki, dan tak lebih dari 15 siswa laki-laki bergabung geng Ganza. "Di kalangan kita tak ada paksaan, siapa yang mau gabung silakan gabung, yang tidak mau ya tidak apa-apa," kata Pandu.


Nama Ganza sudah banyak dikenal, terutama di kalangan remaja-remaja SMA di Yogyakarta. Kemunculannya pun masih belum lama, yaitu sekitar tahun 2004. Sebelum geng Ganza terbentuk, sudah ada geng bentukan para seniornya, yaitu Oseng-oseng. "Saya enggak tahu kepanjangan Oseng-oseng itu apa," ujar dia yang sudah bergabung dengan Ganza sejak 2009.


Izul (18), anggota Ganza yang lain, menuturkan, banyak dari para siswa yang hobi tawuran antar sekolah menggunakan senjata tajam, seperti pedang dan pisau. Bahkan ia sendiri pernah memergoki seorang di antara siswa SMA lain yang membawa senapan mirip pistol yang dibawa saat hendak tawuran. "Aku enggak tahu itu senjata beneran atau bukan. Karena waktu itu malam, jadi cuma tampak samar-samar," kisah Izul yang siswa kelas III IPA SMA Negeri 9 ini.


Menurut izul, anggota geng Ganza tidak pernah memakai senjata semacam itu. Senjata kelompoknya biasanya berupa keling (cincin berjeruji dari besi-red), batang besi sebesar jari kelingging hingga sebesar lengan sepanjang satu depa, doublestick, bata, dan sejumlah benda tumpul lainnya. Meski demikian, ia mengaku benda-benda seperti itu tetap saja bisa berakibat mematikan jika dilakukan secara brutal.


Namun itu dulu, sekitar satu hingga dua tahun lalu. Kini, baik Pandu maupun Izul sudah menginjak kelas III. Dan tak lama lagi mereka hendak bertarung dalam Ujian Nasional (UN) dan ujian masuk perguruan tinggi. Mereka mengaku, hal-hal semacam itu kini sudah lama mereka tinggalkan. "Tawuran-tawuran seperti itu hanya semasa kami kelas I dan II, begitu menginjak kelas III nyaris tidak pernah lagi ikut tawuran," kata Izul yang juga hobi bermain musik ini.


http://jogja.tribunnews.com/2011/01/22/rekruitmen-geng-ganza-tak-ada-paksaan

| Free Bussines? |