Kamis, 15 Maret 2012

Dibalik sangarnya nama SMA "17"1 part III

Insiden terjadi lagi dalam pelaksanaan eksekusi SMA 17 "1" di Jalan Tentara Pelajar Nomor 24, Kota Yogyakarta, oleh pihak yang mengklaim sebagai pemilik tanah setempat, Senin.

"Kejadian seperti ini sudah terjadi untuk kedua kalinya. Pada 2009 juga pernah terjadi hal serupa," kata Kepala Sekolah SMA 17 "1" Yogyakarta Suyadi.

Ia mengatakan sekitar pukul 07.15 WIB saat ia tiba di sekolah untuk mengawali proses belajar mengajar, pintu gerbang sekolah telah ditutup dengan bambu, dan ada beberapa orang yang menjaganya.

Melihat kondisi tersebut, ia pun berinisiatif untuk mengadukan hal itu ke Kepolisian Sektor Jetis.

Pihak kepolisian dan sekolah kemudian bernegeosiasi dengan kuasa hukum dari pihak yang mengklaim sebagai pemilik tanah setempat.

"Gerbang sekolah pun dibuka. Kami juga menegaskan bahwa sebentar lagi akan dilakukan ujian sekolah, dan ujian nasional, sehingga sekolah tidak boleh dieksekusi begitu saja, karena mereka sudah siap menutup sekolah dengan seng," katanya.

Selama bernegosiasi, salah seorang guru sekolah terpaksa mengajar siswa di trotoar.

Pada 12 Maret 2012 akan dilakukan ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) untuk mata pelajaran agama, dan mulai 13 Maret akan dilakukan ujian sekolah.

Ujian Nasional untuk SMA akan dilakukan pada 16-19 April 2012. Selain SMA 17 "1", di komplek tersebut juga terdapat SMP 17 "2" serta kantor yayasan. Di SMA itu terdapat 112 siswa, dan di SMP terdapat 75 siswa.

Suyadi mengatakan tanah di kompleks sekolah dan yayasan tersebut semula adalah milik B Hardjono, yang kemudian menyatakan bahwa tanah itu bukan lagi merupakan aset pribadi, tetapi aset sekolah.

"Tetapi, jika ada ahli waris yang mengklaim pun, kami juga tidak tahu. Namun, pernah ada beberapa orang yang datang untuk menanyakan tanah ini," katanya.

Menurut dia, mereka yang mengkalim bahkan berasal dari luar kota, di antaranya Bantul, Cilacap, dan Kediri. Mereka biasanya telah membayar uang muka pembelian tanah, tanpa terlebih dulu mengecek ke lokasi.

"Kami akan tetap berusaha mempertahankannya, karena tujuannya adalah pendidikan. Selama ini kami juga terus memberikan motivasi ke guru dan siswa untuk bisa tetap melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa," katanya.

Di sekolah tersebut terdapat delapan guru pegawai negeri sipil (PNS), tiga guru tetap yayasan, dan 17 guru tidak tetap.

Setelah bernegosiasi, eksekusi dengan menutup sekolah batal dilakukan.


http://www.antaranews.com/berita/299875/insiden-terjadi-dalam-eksekusi-sma-17-yogyakarta
Read More..

Dibalik sangarnya nama SMA "17"1 part II

Sejak konflik sengketa lahan di SMA 17 Yogyakarta berlangsung, belasan orang berbadan besar mondar-mandir di kawasan kompleks sekolah. Keberadaan 'preman' ini bergantian selama 24 jam, dan membuat suasana belajar mengajar menjadi tidaknyaman.

"Ini adalah kejadian kedua sejak terjadi 2009 lalu. Secara psikis amat sangat mengganggu, tapi kami berkomitmen proses pendidikan jalan terus. Kita pokoknya mencerdaskan bangsa," tegas Kepala SMA 17, Suyadi.

Ia memperkirakan orang-orang ini adalah suruhan dari orang yang kabarnya sudah membeli tanah sekolah ini. Namun ia tidak tahu persis mengenai masalah ini, karena adalah urusan yayasan.

"Setiap pagi saya juga menyapa mereka. Dan sudah ada komitmen tidak akan melakukan perusakan atau mengganggu masuk ke kawasan kelas," imbuhnya.

Menurutnya kelas 12 tetap giat belajar mengikuti persiapan ujian nasional, termasuk mengikuti les di sore hari, setelah jam pelajaran usai. Harapannya berbagai pihak bersedia memelihara gedung sekolah yang masuk dalam golongan cagar budaya ini agar tetap bisa digunakan untuk belajar.

"Siang ini kabarnya diadakan rapat yayasan, untuk menyelesaikan sertifikat ganda yayasan, yang menjadi sumber masalah. Kami berharap ini bisa diselesaikan, sehingga siswa tetap bisa belajar dengan tenang," imbuhnya.

Sementara Sri Wigati selaku Kepala Humas SMA 17 menambahkan, pihaknya sudah lakukan pendekatan ke siswa agar mereka tetap belajar seperti biasa. Pintu belakang sekolah ditutup, sehingga para preman tidak bisa masuk kelas. "Anak masuk lewat akses pintu utama. Kami sudah lama dan tahu situasi seperti ini, tidak masalah. Lama-lama anak-anak sudah cuek, dengan keberadaan orang asing diluar, tidak masalah," ujarnya.

Agustina Feni, siswi kelas 10 SMA ini mengungkapkan, dirinya kaget ketika Senin lalu sekolah ditutup seng. Ia juga merasa takut akan keberadaan para preman yang masih bersliweran hingga saat ini." Tanggal 16 Maret saya ujian, agak terganggu persiapannya. Karena akhirnya guru sibuk mengurusi masalah ini, dan kurang mengurusi siswa," ujarnya.

Semantara Monica Marlyandini siswi kelas 12 IPS juga mengaku dirinya sempat merasa terganggu. Jam tambahan bagi kelas tiga pun menurutnya tidak dilakukan gara-gara ada kasus ini. "Yang menjengkelkan, sering orang-orang ini mengganggu kami, misalnya bilang 'Mau tak anterin pulang ngga?',atau semacamnya. Ini membuat saya dan siswi lainnnya risih," kesalnya.

Meski terdapat belasan preman, tidak ada satupun dari mereka yang bersedia memberikan keterangan.

http://krjogja.com/read/121139/belajar-mengajar-di-sma-17-ditunggui-preman.kr
Read More..

Dibalik sangarnya nama SMA "17"1 part I


Sekelompok massa menyegel SMA 17 I yang terletak di Jalan Tentara Pelajar no 24, Jetis, Yogyakarta. Massa berasal dari kubu Yayasan Pengembangan Pendidikan 17 yang merasa bahwa pengelola yayasan sekarang tidak sah sehingga tak berhak mengelola kegiatan belajar mengajar.

Kepala SMA 17 I, Suyadi menerangkan, pukul 07.15 WIB sekolah ditutup bambu dan seng serta dijaga banyak orang. Dirinya lalu menghubungi ke Polsek Jetis dan berharap agar sekolah bisa dibuka untuk guru dan siswa.

"Bahkan seorang guru kami Pak Wuryanto mengajar di trotoar. Ini dilakukan untuk persiapan ujian nasional untuk kelas tiga. Tanggal 12 Maret ada ujian agama, tanggal 16 hingga 19 April sudah ujian nasional," ungkapnya.

Massa dapat diusir setelah Komandan Koramil 01 Jetis, Kapten (Inf) Tedjo Suprianto memarahi pengacara kubu Yayasan Pengembangan Pendidikan 17, Fahmi. Akhirnya seng dan bambu yang menutupi sekolah tersebut langsung dibongkar, sehingga proses belajar mengajar bisa terus berjalan.

"Ini sudah kejadian kedua setelah 2009. Kami tidak bisa berbuat banyak selain tetap memberi motivasi bagi 112 siswa SMA dan siswa SMP 17 II," imbuhnya.

Menurutnya pihak pimpinan kedua yayasan akan melakukan negosiasi kembali terkait masalah ini. Suyadi juga minta waktu seminggu berembug bersama guru-guru untuk menentukan sikap ikut yayasan yang mana.

"Kelihatannya ikut yayasan yang lama, karena misinya untuk pendidikan. Kalau yayasan baru bisa saja dikelola untuk kepentingan perorangan. Kami berpesan jangan ada alumni yang melakukan kekerasan fisik terhadap sengketa ini," pungkasnya.

Yayasan Pendidikan 17 didirikan oleh Bonaventura Harjono sejak 1958. Keturunannya, Bedasaktirin Harjanto sejak beberapa tahun lalu mencoba mengambil alih kepemimpinan yayasan dengan mendaftarkan ulang ke Kemenhumkam dengan nama Yayasan Pengembangan Pendidikan 17 atas nama Rin Haryani, isteri Bedasaktirin Harjanto.

Kuasa hukum Yayasan Pengembangan Pendidikan 17,Fahmi menerangkan, pihaknya memang ingin menguasai kawasan sekolah secara fisik. Pasalnya, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Yogya, lahan sudah menjadi milik pihaknya.

"Berdasarkan sertifikat kak milik, tanah di tempat ini sudah menjadi klien kami. Bahkan tanah seluas 5.558 meter persegi sekolah ini sudah dijual ke pihak lain, kepada Pak Sugiarto Sugiman," terangnya.

Camat Jetis Sisruwadi menerangkan, pihaknya terus berusaha memfasilitasi kedua pihak, untuk melewati prosedur proses perdata secara benar. Meski demikian, dirinya meminta semua pihak menjaga situasi belajar mengajar di sekolah agar tidak terganggu.

"Lawyer jangan sampai mengganggu kegiatan anak sekolah sampai ujian nasional. Monggo Juni dilanjutkan lagi. Tidak perlu sampai mengerahkan massa, karena rentan timbulkan konflik," tegasnya.


http://krjogja.com/read/120964/sengketa-sma-17-siswa-belajar-di-trotoar.kr
Read More..

Rabu, 14 Maret 2012

Massa Tak Dikenal Tusuk Pemuda di Depan Warung Burjo Kawasan Tegalrejo

Muhammad Nur Huda (17) warga Kuncen, Wirobrajan, Yogyakarta menjadi korban penusukan yang dilakukan segerombolan massa tak dikenal di Jalan HOS Cokroaminoto, Sudagaran, Tegalrejo, Yogyakarta, Senin (12/3) petang. Korban ditikam dengan senjata tajam pada bagian dadanya hingga menembus paru-paru.

Saat kejadian korban bersama beberapa temannya tengah nongkrong di depan sebuah warung bubur kacang ijo (burjo). Tiba-tiba dari arah utara datang puluhan pemuda dengan menggendarai sepeda motor dan menyerang Huda serta teman-temannya.

Huda yang kaget langsung mencoba lari bersama temannya, namun korban berhasil terkejar oleh beberapa pemuda dan menusukkan senjata tajam ke dadanya. Melihat korban terkapar, massa langsung melarikan diri dan merusak sepeda motor yang terparkir di depan warung burjo serta mengambil beberapa helm di atas kendaraan.

Warga di lokasi langsung melarikan Huda ke RS Ludiro Husodo. Namun karena luka yang dialami cukup parah akhirnya korban dipindahkan ke RS dr Sardjito Yogyakarta. Polisi yang datang ke lokasi langsung mengamankan beberapa barang bukti seperti batu yang digunakan untuk menyerang korban serta kendaraan yang dirusak pelaku di lokasi kejadian.

“Kasus ini tengah kami tangani. Beberapa saksi di lokasi kejadian telah kami mintai keterangan untuk pengembangan kasus ini,” tegas Kanit Reskrim Polsekta Tegalrejo, Ipda Mahmudi.



http://krjogja.com/read/121708/massa-tak-dikenal-tusuk-pemuda-di-depan-warung-burjo-kawasan-tegalrejo.kr
Read More..

Selasa, 13 Maret 2012

Warung Burjo diserang Gerombolan Pengendara Motor

Warung burjo di Jalan AM Sangaji Jetis, Minggu (11/3), dini hari, dirusak oleh gerombolan pengendara sepeda motor. Para pelaku merusak kaca estalase, serta memecah spido dan kaca lampu sepeda motor milik Deden Irawan (20).

Saat itu korban sedang bersih-bersih warung burjonya, tiba-tiba datang gerombolan pengendara sepeda motor. Mereka langsung masuk dan melakukan perusakan. Selain itu sepeda motor korban juga menjadi sasaran, spido dan kaca spion nya dirusak. Setelah puas merusak, pelaku pergi membawa 2 helm milik korban. Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Polsek Jetis.

Sementara itu, terbukti membawa sangkur, Anggun Medison (21), Senin (12/3), divonis 4 bulan penjara oleh majelis PN Yogya yang diketuai Bahtra Yenny Warsita SH. Terdakawa terbukti melanggar pasal 2 (1) UU Darurat No 12 Tahun 1951. Sebelumnya, Jaksa Kunto Singgih Pramono SH menuntut terdakwa selama 6 bulan penjara. Aksi terdakwa terjadi 4 Desember 2011 di Jalan Kemetiran Lor Pringgokusuman Gedongtengen. Saat itu terdakwa bersama teman-temannya bertemu dengan gerombolan lain. Kemudian terdakwa mengacungkan sangkurnya ke arah gerombolan yang menghadangnya.  

KR
Read More..

Jumat, 09 Maret 2012

Tekan Kenakalan Pelajar, Ada Dua Polisi di Tiap Sekolah

Kepolisian Resor Kota Yogyakarta siap menempatkan dua personel polisi di tiap sekolah dari jenjang SMP hingga SMA dan sederajat untuk menekan tingkat kenakalan pelajar di wilayah tersebut.

"Rencananya, akan ada dua personel polisi di tiap sekolah. Mereka tidak hanya untuk mengawasi sekolah, tetapi juga menjadi tempat konsultasi dan memberikan pendampingan kepada pelajar," kata Kompol M. Fathurahman Kepala Satuan Bimbingan Masyarakat Kepolisian Resor Kota Yogyakarta di Yogyakarta, Kamis (2/2/2012).

Menurut dia, personel kepolisian tersebut akan berkoordinasi dengan guru Bimbingan Pelajar (BP) di tiap-tiap sekolah dalam menjalankan perannya dalam memberikan pendampingan untuk pelajar di sekolah.

"Nantinya, juga akan dilibatkan personel dari Badan Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas)," ungkapnya seperti dilansir Antara.

Sementara itu, lanjut dia, sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta termasuk yayasan dari sekolah swasta diminta untuk membuat sebuah sekretariat bersama dalam menangani kenakalan pelajar yang terkadang sudah menjurus ke tindak kriminal dan pidana itu.

Sementara itu, Edy Heri Suasana Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mengatakan, kegiatan pembuatan sekretariat bersama tersebut sejalan dengan visi dan misi kepala daerah Kota Yogyakarta tentang pendidikan berkarakter.

"Rencana pembuatan sekretariat bersama ini masih akan ditindaklanjuti dengan perwakilan dari sekolah-sekolah," katanya.

Ia mengatakan, akan ada berbagai kegiatan yang bisa dilakukan untuk menanggulangi semakin berkembangnya kenakalan pelajar di Kota Yogyakarta.

Aktivitas yang akan dilakukan tersebut di antaranya adalah bakti sosial dan juga outbond yang tidak diikuti oleh pelajar yang dikenal sebagai pelajar baik-baik, tetapi justru diikuti pelajar yang kerap terlibat dalam masalah kenakalan.

"Kegiatan itu ditujukan agar pelajar memiliki aktivitas yang terkendali sehingga tidak mengarah ke perkelahian atau kenakalan pelajar lain," katanya.


http://kelanakota.suarasurabaya.net/?id=c4cc423d368c255115d8477815b502022012102766
Read More..

Kamis, 08 Maret 2012

Yogya Kota (Geng) Pelajar

YOGYAKARTA– Identitas Yogyakarta sebagai Kota Pelajar belumlah luntur. Namun maraknya geng pelajar di kota ini membuat citra positif itu perlahan tercoreng. Aksi mereka pun kian meresahkan.

Keberadaan geng-geng ini terselubung. Jumlah geng pelajar ini pun terus bertambah. Dari penelusuran Seputar Indonesia (SINDO), di tingkat SMP dan SMA, setidaknya ada 60 geng yang masih eksis di Yogyakarta dansekitarnya.Kemarin,sejumlah pelajar ditangkap di Minggiran, Mantrijeron karena hendak tawuran dengan siswa sekolah lain.Beruntung aksi mereka tercium dahulu oleh polisi.

Dari beberapa kejadian,keberadaan geng pelajar itu kerap berbuat ulah bahkan mengarah ke tindak kriminalitas.Kelompok pelajar itu biasa terlibat perkelahian, bahkan ada yang sengaja mencari musuh dengan pelajar dari sekolah lain.Kelompok pelajar itu beranggotakan pelajar kelas 1 sampai dengan kelas 3 dan biasa berkumpul secara berkelompok di sekitar kompleks sekolah. Meski keberadaannya terselubung dengan nama kelompok yang biasa di cat tembok-tembok, jika tidak mendapatkan penanganan serius dikhawatirkan keberadaan mereka akan terus membuat keresahan.

Endang, salah seorang pedagang angkringan di Jalan Kapas Yogyakarta,tepatnya sekitar kompleks SMA Muhammadiyah II Yogyakarta mengaku kerap merasa was-was ketika melihat ada pelajar dari sekolah lain melintas dan memainkan gas kendaraan. Sebab, jika itu terjadi pelajar yang berkumpul di warungnya biasanya mengejar dan terlibat perkelahian. “Kalau ada yang lewat dari sekolah lain bleyer (main gas) motor langsung dikejar, kadang juga ribut di sini,” katanya. Para pelajar itu yang sering nongkrong di warungnya kerap juga terlihat datang dengan membawa senjata.

Senjata yang dibawa biasa tidak dibawa masuk sekolah, melainkan disimpan atau dititipkan.”Biasanya ada yang ada juga yang nitip seperti keling,” ungkap dia. Bagas,pelajar dari SMK Nasional, Kalasan, Sleman yang mengaku biasa nongkrong di warung Jalan Kapas mengaku geng pelajar hampir ada di setiap sekolah dan masing-masing memiliki nama khusus. Mereka yang tergabung dalam geng itu ingin menamakan diri mereka sebagai gengster.“Kalau di sekolahku gengnya Rasta (Revolusi Nasional Yogyakarta),” katanya.

Pelajar yang masih duduk di bangku kelas II SMK Nasional Kalasan itu membenarkan jika antarsekolah biasa terlibat perkelahian terutama bagi yang memang sudah memiliki permusuhan. Perkelahian tidak hanya bisa terjadi di lingkungan sekolah atau di dalam kota, perkelahian bisa terjadi di luar kota sekalipun jika memang bertemu. “Kemarin itu ketemu di Jakarta juga bisa tawur,” ulasnya. Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sunyoto Usman berpendapat pelajar masuk dalam kelompok geng dan berkelahi karena mereka meniru orang dewasa atau juga meniru apa yang pernah dilihat di televisi maupun film.

Untuk menangani hal itu tidak bisa mengedepankan dari peran guru di sekolah saja, melainkan memerlukan peran dari semua pihak, termasuk pemerintah, dan keluarga.“ Penanganannya harus komprehensif dan tidak dipertaruhkan pada pihak sekolah saja,”paparnya. Sunyoto berpendapat, Dinas Pendidikan dan juga pihak sekolah dalam hal itu memang harus bertindak memberi sanksi tegas kepada siswa yang memang diketahui masuk dalam kelompok geng.Sebab jika tidak ada sanksi tegas,tidak dipungkiri kasus perkelahian pelajar kapan saja bisa terjadi. “Meski geng itu terbentuk di luar sekolah, sekolah juga tidak bisa lepas tangan,” pungkasnya.

Kasi Kesiswaan Pengembangan Pendidikan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta Wisnu Sanjaya mengakui adanya geng pelajar di Kota Yogyakarta. Dari catatan yang dimiliki ada puluhan geng pelajar, hanya dimungkinkan sebagian sudah tidak ada atau sudah ganti nama.Sebagai upaya preventif guna mengantisipasi perkelahian pelajar Disdikpora terus melakukan kerjasama dengan kepolisian salah satunya dengan melakukan kegiatan operasi.

“Dari sekolah juga melakukan tindakan tegas terhadap anak yang terkena kasus dengan memberikan sanksi tegas berupa pengeluaran,” paparnya. Muji Barnugroho


http://www.jogjainfo.net/2012/01/yogya-kota-geng-pelajar.html
Read More..