Sekelompok massa menyegel SMA 17 I yang terletak di Jalan Tentara Pelajar no 24, Jetis, Yogyakarta. Massa berasal dari kubu Yayasan Pengembangan Pendidikan 17 yang merasa bahwa pengelola yayasan sekarang tidak sah sehingga tak berhak mengelola kegiatan belajar mengajar.
Kepala SMA 17 I, Suyadi menerangkan, pukul 07.15 WIB sekolah ditutup bambu dan seng serta dijaga banyak orang. Dirinya lalu menghubungi ke Polsek Jetis dan berharap agar sekolah bisa dibuka untuk guru dan siswa.
"Bahkan seorang guru kami Pak Wuryanto mengajar di trotoar. Ini dilakukan untuk persiapan ujian nasional untuk kelas tiga. Tanggal 12 Maret ada ujian agama, tanggal 16 hingga 19 April sudah ujian nasional," ungkapnya.
Massa dapat diusir setelah Komandan Koramil 01 Jetis, Kapten (Inf) Tedjo Suprianto memarahi pengacara kubu Yayasan Pengembangan Pendidikan 17, Fahmi. Akhirnya seng dan bambu yang menutupi sekolah tersebut langsung dibongkar, sehingga proses belajar mengajar bisa terus berjalan.
"Ini sudah kejadian kedua setelah 2009. Kami tidak bisa berbuat banyak selain tetap memberi motivasi bagi 112 siswa SMA dan siswa SMP 17 II," imbuhnya.
Menurutnya pihak pimpinan kedua yayasan akan melakukan negosiasi kembali terkait masalah ini. Suyadi juga minta waktu seminggu berembug bersama guru-guru untuk menentukan sikap ikut yayasan yang mana.
"Kelihatannya ikut yayasan yang lama, karena misinya untuk pendidikan. Kalau yayasan baru bisa saja dikelola untuk kepentingan perorangan. Kami berpesan jangan ada alumni yang melakukan kekerasan fisik terhadap sengketa ini," pungkasnya.
Yayasan Pendidikan 17 didirikan oleh Bonaventura Harjono sejak 1958. Keturunannya, Bedasaktirin Harjanto sejak beberapa tahun lalu mencoba mengambil alih kepemimpinan yayasan dengan mendaftarkan ulang ke Kemenhumkam dengan nama Yayasan Pengembangan Pendidikan 17 atas nama Rin Haryani, isteri Bedasaktirin Harjanto.
Kuasa hukum Yayasan Pengembangan Pendidikan 17,Fahmi menerangkan, pihaknya memang ingin menguasai kawasan sekolah secara fisik. Pasalnya, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Yogya, lahan sudah menjadi milik pihaknya.
"Berdasarkan sertifikat kak milik, tanah di tempat ini sudah menjadi klien kami. Bahkan tanah seluas 5.558 meter persegi sekolah ini sudah dijual ke pihak lain, kepada Pak Sugiarto Sugiman," terangnya.
Camat Jetis Sisruwadi menerangkan, pihaknya terus berusaha memfasilitasi kedua pihak, untuk melewati prosedur proses perdata secara benar. Meski demikian, dirinya meminta semua pihak menjaga situasi belajar mengajar di sekolah agar tidak terganggu.
"Lawyer jangan sampai mengganggu kegiatan anak sekolah sampai ujian nasional. Monggo Juni dilanjutkan lagi. Tidak perlu sampai mengerahkan massa, karena rentan timbulkan konflik," tegasnya.
http://krjogja.com/read/120964/sengketa-sma-17-siswa-belajar-di-trotoar.kr